Halaman

Selasa, 14 April 2015

Jalan Memulai

Aku akan melakukan perjalanan ke daerah yang aku belum pernah datangi dan di sana aku harus melakukan kerja nyata untuk mengabdi di daerah itu dan membuat daerah itu menjadi maju. Kegiatan ini adalah keharusan bagi murid-murid tingkat ke-4 Universitas tempatku menimba ilmu. Tentunya aku tidak sendiri, aku bersama dengan beberapa teman-teman dengan berbagai kemampuan yang mereka miliki untuk sama-sama mengabdi di daerah yang akan kami tempati.

hari tiarto, itulah namaku. Orang tuaku memberikan nama ini, yang aku sendiri masih belum mengerti maksud sebenarnya. Aku sudah berusaha mencari tahu, hari yang berarti hari saat aku lahir, lalu kata tiarto yang aku belum tahu maksudnya mungkin banyak uang, karena “arto” itu berarti uang, kata “ti” inilah yang masih belum ku ketahui.

Hari keberangkatan pun tiba. Persiapan yang sudah benar-benar matang dan lengkap kusiapkan, tak lupa pamit dengan orang tua, aku berangkat menuju lokasi pemberangkatan, kami akan diantarkan dengan bus dari lapangan universitas dan semua murid yang akan melakukan Kerja Nyata harus berkumpul di lokasi pukul 06.00.

Aku tiba di lokasi pukul 05.55, bus-bus yang akan mengantarkan kami berjajar cukup rapi, namun karena banyaknya murid dan juga kerabat yang mengantarkan, sehingga suananya jadi semrawut. Aku yang mengendarai motor dengan membonceng printer, aku memilih jalan alternatif untuk ke lapangan, karena jika lewat jalan utama akan macet. Aku memutar dan tak lama kemudian aku tiba di lokasi. Tuling... tuling.., bunyi ringtone sms handphoneku berbunyi,


from: Bang Ibro
“Har, kita kumpl dmna? Gua udh sma Uda & Angga”

tanganku langsung gesit mengetik balasan sms,

to : Bang Ibro
“di lokasi Abang j. Aku j yg kesna. Abang dmna?”

from: Bang Ibro
“oke. Gua di dkt mobil pertma dkt kbun bintng sblm lapngan. Bus buat kab Timur Pung kmpul di sini.”

Bang Ibro adalah salah satu rekan satu kelompokku. Karena dia yang paling tua, jadi kami memanggilnya Abang. Dalam menjalankan Kerja Nyata ini, kami dibagi dalam kelompok setiap Desa yang akan kami tempati Kerja Nyata. Kerja Nyata kali ini Universitas menempatkan murid-muridnya ke 7 kabupatan. Aku ditempatkan di kabupaten Timur Pung, sebuah kabupaten yang perlu 2 jam perjalanan dari lokasi Universitas, kabupaten yang tidak begitu terkenal dan biasa-biasa saja. Kegiatan Kerja Nyata kali ini tidak difokuskan ke daerah-daerah yang kurang, tetapi ke kabupaten-kabupaten yang mengizinkan untuk ditempati kegiatan Kerja Nyata saat pertemuan tim pelaksana Kerja Nyata dengan pimpinan kabupaten-kabupaten se provinsi tempatku tinggal.

Sambil membawa kardus berisi printer dan berjalan menuju lokasi bang Ibro. Akhirnya setelah mencari-cari, bang Ibro memanggilku dengan logat suara yang khas,

“Har, kesini...”

langsung saja aku menuju sumber suara, ternyata teman-teman sudah berkumpul semua kecuali Amad. Tadi pagi dia sudah sms aku, dia telat datang karena masih nunggu teman yang akan mengantarnya ke lapangan Universitas. Kami bersepuluh sudah berkumpul, tinggal si Amad,

“Ini printer sama barang-barang kita..” aku langsung meletakkan kerdus yang berisi printer dan beberapa kertas.
“ada lagi ga yang mau diambil lagi?” Uda bertanya sambil membuka kardus.
“ga ada. Tinggal nuggu si Amad nih,” lalu aku bertanya ke bang Ibro
“Bus kita yang mana?”
“Kurang tau nih. Buat kecamatan Sungai Para belum ada busnya.” bang Ibro menjawab gayanya yang khas.
“m.., kalo gitu aku nemuin DPL dulu, tinggal dulu ya..” aku langsung pergi berkeliling mencari DPL, karena disana sangat ramai, aku agak sedikit mencari dengan langkah yang agak kebut.
Lalu tak lama kemudian DPL kecamatan Sungai Para datang dengan kaca mata hitam yang sering dipakainya saat mengendarai motor kesayangannya. Pak Mizwar namanya, beliau datang dan memarkirkan motornya tidak jauh dari lokasi teman-teman kelompokku berkumpul. Langsung aku temui,

“Gimana Har? Bus kita di sebelah mana?” Pak Mizwar bertanya setelah melepas helm dan meletakkannya diatas spion kanan motornya.
“Saya baru mulai nyari pak. Saya juga baru dateng.”
“Tolong, kumpulkan ketua kelompok yang lain, saya mau menemui Pak Harjo dulu.” sambil melepas kaca mata hitamnya lalu memasukkannya ke dalam kantong jaketnya.
“Ya pak saya cari dulu.”

Aku diminta untuk menggantikan koordinator kecamatan, Anang, karena ia sedang ada keperluan dan ia harus pulang kampung ke pulau Jawa. Aku awalnya hanya ketua kelompok di Desa Asri Braja, sebuah desa di kecamatan Sungai Para, tempat aku dan rekan-rekanku akan melakukan Kerja Nyata, sehingga aku merangkap jabatan, aku harus mengkoordinir kelompok yang lainnya juga. Kecamatan Sungai Para ada 5 kelompok, aku harus mencari 4 orang ketua kelompok diantara ribuan orang yang ada di sekitar sini. DPL atau Dosen Pembimbing Lapangan kecamatan Sungai Para, Pak Mizwar tampak sedang melakukan pembicaraan dengan Pak Harjo, anggota tim pelaksana Kerja Nyata yang bertanggung jawab untuk kabupaten Timur Pung. Aku pun masih terus mencari ketua kelompok yang lain di tengah banyaknya murid-murid lainnya.

Aku mengambil HP dari sakuku kemudian aku menelfon Frista, ketua kelompok desa Sriwangi,

“Asslmualaikum. Frista, lagi dimana? Pak Mizwar minta kita kumpul.”
“waalaikumsalam. Aku sama temen-temen lagi di depan warung deket pintu masuk lapangan, temen-temen pada belum sarapan,”
“oke.., aku kesana.”

sebelum ke lokasi Frista, aku kembali ke tempat kelompokku berkumpul. Amad sudah datang dengan membawa tas ransel besar, persis seperti seorang backpacker. Setelah itu aku langsung meluncur dengan langkah yang agak cepat ke lokasi yang di tunjukan Frista. Sesampainya disana aku bertemu dengan Frista yang saat itu sedang berdiskusi ringan dengan beberapa anggota kelompoknya langsung berjalan menghampiriku yang agak berkeringat,

“Har, Pak Mizwar dimana?”
“Di deretan bis Biru pertama deket pintu masuk lapangan, ayo kita langsung kesana.”

Frista berpamitan dulu dengan anggotanya kemudian ikut bersamaku menemui Pak MIzwar. Sambil berjalan aku melihat jam yang ada di hanpdone yang sedang kugenggam di tangan kananku, jam menunjukkan pukul 06.22, lalu aku menelfon Rezki, koordinator kelompok desa Labuhan Ratu,

“Assalamualaikum. Rez, lagi dimana?” tanyaku singkat dengan nafas yang agak terengah-engah.
“Waalaikumsalam. Lagi sama pak Mizwar”
“Ya udah. Tunggu disana ya..”

Kami terus melangkah menuju pak Mizwar. Tak lama dari lokasi Frista dan anggota kelompoknya ada Asep dan juga rekan-rekan kelompoknya lengkap. Langsung saja aku dan Frista menghampirinya dan mengajaknya menemui pak Mizwar.

Akhirnya kami menemui pak Mizwar,

“Udah kumpul semua Har?” pak Mizwar bertanya padaku.
“Tinggal Chandra dari kelompok desa Sumber Marga,”
“Oke. Bus untuk kecamatan Sungai Para belum ada. Jadi kalian coba cek ke bus yang belum ada tulisannya.” sambil menunjuk ke arah bus-bus yang berbaris rapi di dekat kami.
“Ya pak” kami kompak menjawab perintah pak Mizwar kali ini.

Lalu kami langsung berpencar. Aku mencari Chandra dulu sebelum mencari bus untuk kami. Aku langsung mencari kontak Chandra di handphoneku,

“Assalamualaikum. Chan, lagi dimana?”
“Lagi kumpul nih, di pintu masuk lapangan.”
“Tunggu disana ya..” aku langsung tutup telphone dan bersegera menuju lokasi Chandra.

Aku langsung menemui Chandra dan mengajaknya untuk mencari bus. Langsung kami berpencar mencari. Aku berjalan agak cepat, aku terlusuri bus demi bus dan aku belum temukan bus yang bertuliskan kecamatan yang akan kami datangi. Tampak kelompok lain sudah berkumpul di dekat bus-bus kelompok mereka, ada yang sedang memasukkan barang-barang dan ada pula yang sudah duduk tenang di dalam bus. Kemudian saat aku mencari dari awal barisan bus untuk kabupaten Pung Timur, lalu aku bertemu dengan Asep dan Rezki,

“Udah ketemu Har?” Asep bertanya.
“Belum..,”
“Coba hub pak Harjo aja Har” Rezki menyarankan padaku.
“oke.., aku coba hubungi dulu. Kamu punya no Hpnya?”
“ada..” Rezki mengambil handphone dari sakunya.
“berapa nomernya?” aku menggenggam handphone bersiap untuk mencatat nomor pak Harjo.
“nih dia” lalu Rezki menyebutkannya dengan lengkap.
“oke.” langsung saja aku telfon, sambil berjalan bersama Rezki dan Asep mencari Bus.

Setelah menunggu akhirnya diangkat juga,

“Assalamualaikum. Pak, saya Hari, mahasiswa Kerja Nyata di kecamatan Sungai Para.”
“Waalaikumsalam. ya.., ada apa Har?” Pak Harjo menjawabnya singkat.
“kelompok Kecamatan kami belum dapat bus pak?” ungkapku agak sedikit formal.
“O.., tunggu saja. Mungkin belum dateng. Semuanya udah dijatah kok.”
“ya pak. Assalamualaikum.”
“waalaikumsalam.”

Setidaknya sudah ada kepastian, lalu aku bersama Rezki dan Asep melangkah menuju pak Mizwar. Pak Mizwar juga sedang mencoba mencari-cari bus untuk kami, langsung saja kami datangi beliau

“Gimana Har, udah ketemu?”
“Belum pak. Tadi saya hubungi pak Harjo, sepertinya bus untuk kecamatan Sungai Para belum datang. Kita tunggu saja.”
“Oke kita tunggu saja.”

Tak lama kemudian, ada tiga bus yang muncul dan mendekati barisan bus-bus untuk kabupaten Timur Pung. Muncul secercah harapan di hati kami dan langsung saja pak Mizwar memintaku, Rezki dan Asep untuk mendekati bus itu dan bertanya ke kernet bus itu. Seperti tentara yang mendapatkan instruksi dari komandannya, kami langsung berpencar dan bergegas menuju ketiga bus itu.

Harapan besarku pupus setelah mendengar jawaban sang kernet. Saat aku bertanya kepada sang kernet,

“Mas, ini bus buat kecamatan Sungai Para ya?” tanyaku padanya.
“Rombongan untuk bus Pung Barat disini bukan?” sang kernet langsung bertanya kepadaku tanpa menjawab pertanyaanku.
“Bukan Mas, Pung Barat di sebelah sana.” sambil menunjuk kelompok bus untuk kabupaten Pung Barat.
“Makasih mas..” sang kernet langsung meminta sopir bus mengemudikan bus ke arah yang kutunjukkan.

Aku melangkah menjauh dari bus itu, tentu saja 2 bus yang lainnya juga bukan untuk kecamatan kami. Raut wajahku berubah menjadi agak lesu, kemudian saat itu aku teringat lagi dengan ungkapan dalam sebuah buku yang kumiliki, sebuah buku yang membahas mengenai optimisme dalam berusaha, tak pantang menyerah dengan masalah yang dihadapi, dan keyakinan untuk bisa mengatasi segala masalah yang ada. Langsung saja aku yakin bisa mengatasi hal ini, aku tidak boleh patah semangat gara-gara hal ini. Aku melangkah mantap, tak ada keraguan, dan mengajak Rezki dan Asep ke lokasi teman-teman kami yang lain berkumpul.

Saat kami sudah hampir sampai ke lokasi teman-teman Kerja Nyata di kecamatan Sungai Para, ada dua bus yang belum ada tulisan kecamatan di bagian depannya. Langsung saja aku bergegas mendekat ke bus dan bertanya ke kernet bus,

“Mas, ini bus untuk Sungai Para ya..?” aku berharap sang kernet menjawabnya seperti yang kuharapkan, namun sang kernet menatapku dan berpaling kemudian bertanya kepada sopir,
“Kita di bagian mana bang?”
“Entah.., kita tadi kan telat.” sang sopir bus sambil melihat-lihat sekeliling.
“Ini bus buat Pung Timur kan?” aku bertanya kembali,
“Iya, tapi kami ga tau buat ke kecamatan mana.” sang kernet menjawab sambil membuka pintu bus.
“Mas.., dua bus ini untuk kecamatan Sungai Para,” tiba-tiba muncul suara pak Mizwar yang memberitahukan kalo dua bus ini untuk kecamatan kami.
“Ya pak,” sang kernet pun turun untuk berbincang-bincang dengan pak Mizwar.
“Har, kamu atur temen-temen untuk masuk dua bus ini ya!”
“Oke..” langsung saja aku melangkah memberitahukan ke teman-teman.

Aku datangi kelompok-kelompok untuk segera masuk ke dalam bus. Mereka langsung bergerak menuju bus dengan barang bawaan yang cukup banyak. Frista membuat tulisan kecamatan Sungai Para di sebuah kertas untuk ditempelkan di depan bus, sebagai tanda bahwa kedua bus itu adalah bus untuk kecamatan Sungai Para. Lalu mereka mulai memasukkan barang-barang ke dalam bagasi bus, ternyata bagasi bus tak cukup menampung banyaknya koper-koper yang kami bawa, teman-teman lalu memasukkan beberapa barang yang belum masuk ke bagasi ke dalam bus. Mereka meletakkan barang agak berangtakan, lalu aku masuk ke dalam bus untuk memeriksa semua anggota kelompok sudah masuk atau belum dan merapikan koper-koper ke kursi paling belakang bus, karena aku melihat masih ada beberapa orang yang belum masuk. Kemudian aku juga melakukan hal yang sama di bus yang kedua. Aku turun dari bus dan meminta teman-teman yang lainnya yang belum masuk untuk masuk ke dalam bus.

Ternyata dua bus yang disediakan tidak mencukupi untuk semua murid yang akan melakukan Kerja Nyata di kecamatan Sungai Para. Menggunakan dua buah bus kapasitas 25 penumpang untuk 56 orang murid, sebenarnya jika barangnya tidak terlalu banyak, 56 orang bisa dipaksakan masuk dan bisa saling duduk dan berdiri bergantian karena waktu tempuhnya sekitar dua jam perjalanan. Ternyata masih ada 14 murid yang belum masuk dan mobil sudah tak mencukupi lagi.

Pukul 7.57, aku melihat jam di handphone yang sedang kugenggam. Bus-bus sudah mulai bergerak meninggalkan lapangan dan berangkat ke tujuannya masing-masing. Akhirnya setelah pak Mizwar, aku, dan kedua sopir bus berunding, diambil keputusan dua bus ini langsung berangkat saja karena pak Mizwar yakin akan ada bus sisa atau bus yang penumpangnya tidak penuh dan kita tidak boleh terlalu lama karena dari pihak kecamatan sudah siap untuk menyambut. Lalu kedua sopir bergerak menuju bus dan menghidupkan mesin lalu mulai mengemudikan bus, sang kernet pun tak mau kalah memberikan komando kepada sopir bus untuk berbalik arah. Kemudian kedua bus itu berangkat dan masih ada 14 orang termasuk aku yang belum berangkat.

Pak mizwar mengajakku untuk menemui petugas bagian pembagian bus. Teman-teman tampak ada yang mulai bosan menunggu sambil membolak-balikan kopernya, duduk dengan ekspresi yang lesu, duduk sambil berbincang-bincang, bahkan ada yang masih sempat untuk bercanda. Belum ada tanda-tanda mereka mulai marah. Aku menemui mereka dulu lalu mengatakan pada mereka bahwa aku dan pak Mizwar akan menemui bagian pembagian bus untuk mengusahakan bus, aku juga meminta mereka untuk sedikit sabar menunggu. Aku dan pak Mizwar lalu mendatangi petugas pembagian bus, kami melakukan beberapa perbincangan dan ternyata jumlah bus yang dipesan sudah dibuat pas tidak lebih, sang petugas pun sempat mengeluhkan tim pelaksana yang ternyata baru kemarin memberi tahu pihaknya untuk menyiapkan banyak sekali bus, sang petugas juga kewalahan untuk mencari bus untung saja masih cukup. Pak Mizwar mengajakku kembali ke tempat teman-teman berkumpul.

Satu demi satu bus berangkat, kami pun menunggu dan menunggu. Kemudian saat bus yang paling akhir melintas di depan kami, pak Harjo datang dan memberitahukan kami untuk bisa naik ke bus ini, walaupun bus ini untuk kecamatan lain, tapi masih satu jalur, jadi bisa sekalian. Masih ada beberapa kursi kosong, tapi sepertinya hanya cukup untuk tujuh orang, akhirnya kami memutuskan enam orang murid perempuan untuk bisa naik bus, sedangkan yang laki-laki menunggu dulu. Lalu mereka masuk dengan membawa barang bawaan mereka. Setelah itu berangkatlah bus, meninggalkan delapan orang lagi.

Aku melihat pak Harjo sedang menelfon seseorang dengan nada yang sedikit memaksa. Lalu aku dan pak Mizwar mendatangi beliau, beliau langsung saja memberitahukan kepada kami kalo dia sudah memesankan mobil untuk mengantarkan tujuh murid laki-laki ke kecamatan Sungai Para walaupun mobilnya baru bisa dangan jam 10. Alhamdulillah, aku bisa sedikit lega. Mendengar kabar itu juga membuat lega teman-teman yang lain. Akhirnya mereka menunggu sambil bersenda gurau. Pak Mizwar lalu menepuk pundakku sambil berkata,

“Oke Har, sekarang kita bisa berangkat.” Pak Mizwar langsung melangkah menuju motornya.
“ya pak.”

aku berpamitan ke teman-teman dan minta tolong koperku untuk dibawa mereka. Lalu aku menuju motorku, aku berangkat menuju kecamatan Sungai Para. Pak Mizwar langsung tancap gas, aku pun langsung melaju bersama motorku.
aku dan pak Mizwar sebenarnya belum pernah ke Sungai Para sebelumnya. Aku hanya pernah sampai ke kecamatan Datutri, dari Datutri ke Sungai Para masih 30 menit perjalanan lagi. Aku masih ingat jalannya sehingga aku berada di depan. 09.30, aku melihat jam yang ada di Hpku, baru tiga puluh menit berlalu sejak aku dan pak Mizwar berangkat. Aku mengetik sms dengan tangan kiriku sambil terus mengendarai motorku dengan hati-hati untuk menanyai kabar teman-teman yang belum berangkat. Tak lama kemudian Hpku berdering dan aku mendapatkan kabar bahwa mereka masih belum berangkat. Ya sudahlah gumamku dalam hati, toh juga tadi pak Harjo bilang jam 10 baru mobilnya datang.

Tak lama kemudian, Hpku berdering. Aku mendapatkan sms yang isinya kabar teman-teman yang sudah berangkat, mereka naik mobil travel kapasitas 12 orang penumpang. Alhamdulillah mereka bisa berangkat, menggunakan mobil travel tentu nyaman dan tidak berdesak-desakan, apalagi cuma 7 orang+koper. Perjalananku masih panjang, masih satu jam lagi untuk sampai ke tujuan. Setidaknya aku sudah tidak perlu menghawatirkan mereka lagi.

Perjalanan terasa lama sekali, mungkin karena menuju tempat yang belum pernah ku datangi. Jalan terasa sangat panjang. Pemandangan di kiri dan kanan jalan walaupun tidak begitu asing, karena di provinsi ini suasananya tak berbeda jauh antara satu tempat dengan tempat lainnya, membuatku belajar bahwa di provinsi tempat ku tinggal saja banyak sekali tempat yang belum pernah kujelajahi. Perjalanan untuk ke kabupaten yang belum pernah ku datangi saja sudah terasa lama, apalagi tempat-tempat yang ada di Indonesia. Aku menyadari betapa kecilnya aku ini dan ketidaktahuanku mengenai sekeliling. Tempat yang berbeda, dengan suasana yang berbeda, masyarakat yang berbeda, kebiasaan yang berbeda. Aku harus siap dan harus bisa bersosialisasi dengan masyarakat yang ada di tempatku berada nantinya.

Pengalaman yang luar biasa bagiku. Baru pemberangkatan saja sudah ada beberapa masalah yang harus di selesaikan. Baru hari pertama, perjuangan kami masih sangat panjang. Untuk mendapatkan hasil yang besar, tentu perlu usaha yang besar. Aku yakin bahwa dibalik kesulitan yang ada akan ada kemudahan nantinya. Aku tidak boleh berputus asa dan tetap optimis. Aku jadi ingat kata-kata pak Harjo saat memberikan pembekalan kepada kami. Beliau mengatakan agar kami bersungguh-sungguh dalam melakukan kerja nyata ini. Bersungguh-sungguh adalah kunci sukses kehidupan beliau yang memulai perjuangan hidupnya saat harus merantau kuliah dan saat awal-awal kuliah beliau bercerita bahwa beliau dulu kuliah sambil berjualan molen. Beliau tidak merasa malu dan beliau bersungguh-sungguh dalam kuliah dan juga berjualan molen, hingga beliau lulus dan sekarang beliau menjadi dosen di Universitas tempatnya kuliah. Itu semua berkat usaha beliau yang sungguh-sungguh.

Lalu dari kerjauhan aku melihat 2 bus yang mengantarkan rombongan ke Sungai Para, mereka sudah sampai gumamku dalam hati. Berarti perjalananku juga sebentar lagi akan sampai ke lokasi. Kami terus melaju. Kemudian aku melihat sekolah yang menunjukkan bahwa kami sudah sampai di Sungai Para. Aku mengingat kembali lokasi kecamatan yang pernah dijelaskan Dwi, teman satu kelasku yang juga ke Sungai para hanya saja beda kelompok denganku. Aku ingat lokasi kantor kecamatan di sekitar pasar Sungai Para.

Tampak dari kejauhan ada komplek ruko-ruko, tidak jauh dari situ ada pasar dan aku melihat papan nama walaupun samar-samar, karena mataku yang minus dan silindris melihat tulisan papan nama SMPN 1 Sungai Para. Aku langsung memberi tanda ke pak Mizwar untuk belok kiri dengan lampu sen motorku untuk belok di persimpangan di depan. Aku mengamati suasana di tempat ini tidaklah berbeda jauh dengan tempat tinggal orang tuaku. Motorku kulajukan dengan perlahan, lalu terlihat suatu tempat yang cukup ramai, aku juga melihat beberapa orang menggunakan seragam biru dari Universitas tempatku menuntut ilmu. Alhamdulillah sampai juga, aku menuju lokasi parkir di dekat kecamatan. Aku mulai melemaskan otot-ototku yang agak kaku sebelum menemui teman-teman yang lainnya. Pak Mizwar memarkirkan motornya di sebelah motorku lalu mengajak untuk masuk ke kantor kecamatan untuk menemui sekretaris kecamatan atau lebih sering disebut sekcam Sungai Para pak Tijo, S.Ag. Aku memilih untuk meregangkan otot-otoku dulu, lalu pak Mizwar masuk ke kantor kecamatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas Comment nya