Aku akan melakukan
perjalanan ke daerah yang aku belum pernah datangi dan di sana aku
harus melakukan kerja nyata untuk mengabdi di daerah itu dan membuat
daerah itu menjadi maju. Kegiatan ini adalah keharusan bagi
murid-murid tingkat ke-4 Universitas tempatku menimba ilmu. Tentunya
aku tidak sendiri, aku bersama dengan beberapa teman-teman dengan
berbagai kemampuan yang mereka miliki untuk sama-sama mengabdi di
daerah yang akan kami tempati.
hari tiarto, itulah
namaku. Orang tuaku memberikan nama ini, yang aku sendiri masih belum
mengerti maksud sebenarnya. Aku sudah berusaha mencari tahu, hari
yang berarti hari saat aku lahir, lalu kata tiarto yang aku belum
tahu maksudnya mungkin banyak uang, karena “arto” itu berarti
uang, kata “ti” inilah yang masih belum ku ketahui.
Hari keberangkatan
pun tiba. Persiapan yang sudah benar-benar matang dan lengkap
kusiapkan, tak lupa pamit dengan orang tua, aku berangkat menuju
lokasi pemberangkatan, kami akan diantarkan dengan bus dari lapangan
universitas dan semua murid yang akan melakukan Kerja Nyata harus
berkumpul di lokasi pukul 06.00.
Aku tiba di lokasi
pukul 05.55, bus-bus yang akan mengantarkan kami berjajar cukup rapi,
namun karena banyaknya murid dan juga kerabat yang mengantarkan,
sehingga suananya jadi semrawut. Aku yang mengendarai motor dengan
membonceng printer, aku memilih jalan alternatif untuk ke lapangan,
karena jika lewat jalan utama akan macet. Aku memutar dan tak lama
kemudian aku tiba di lokasi. Tuling... tuling.., bunyi
ringtone sms handphoneku berbunyi,
from: Bang Ibro
“Har, kita kumpl
dmna? Gua udh sma Uda & Angga”
tanganku langsung
gesit mengetik balasan sms,
to : Bang Ibro
“di lokasi Abang
j. Aku j yg kesna. Abang dmna?”
from: Bang Ibro
“oke. Gua di dkt
mobil pertma dkt kbun bintng sblm lapngan. Bus buat kab Timur Pung
kmpul di sini.”
Bang Ibro adalah
salah satu rekan satu kelompokku. Karena dia yang paling tua, jadi
kami memanggilnya Abang. Dalam menjalankan Kerja Nyata ini, kami
dibagi dalam kelompok setiap Desa yang akan kami tempati Kerja Nyata.
Kerja Nyata kali ini Universitas menempatkan murid-muridnya ke 7
kabupatan. Aku ditempatkan di kabupaten Timur Pung, sebuah kabupaten
yang perlu 2 jam perjalanan dari lokasi Universitas, kabupaten yang
tidak begitu terkenal dan biasa-biasa saja. Kegiatan Kerja Nyata
kali ini tidak difokuskan ke daerah-daerah yang kurang, tetapi ke
kabupaten-kabupaten yang mengizinkan untuk ditempati kegiatan Kerja
Nyata saat pertemuan tim pelaksana Kerja Nyata dengan pimpinan
kabupaten-kabupaten se provinsi tempatku tinggal.
Sambil membawa
kardus berisi printer dan berjalan menuju lokasi bang Ibro. Akhirnya
setelah mencari-cari, bang Ibro memanggilku dengan logat suara yang
khas,
“Har, kesini...”
langsung saja aku
menuju sumber suara, ternyata teman-teman sudah berkumpul semua
kecuali Amad. Tadi pagi dia sudah sms aku, dia telat datang karena
masih nunggu teman yang akan mengantarnya ke lapangan Universitas.
Kami bersepuluh sudah berkumpul, tinggal si Amad,
“Ini printer sama
barang-barang kita..” aku langsung meletakkan kerdus yang berisi
printer dan beberapa kertas.
“ada lagi ga yang
mau diambil lagi?” Uda bertanya sambil membuka kardus.
“ga ada. Tinggal
nuggu si Amad nih,” lalu aku bertanya ke bang Ibro
“Bus kita yang
mana?”
“Kurang tau nih.
Buat kecamatan Sungai Para belum ada busnya.” bang Ibro menjawab
gayanya yang khas.
“m.., kalo gitu
aku nemuin DPL dulu, tinggal dulu ya..” aku langsung pergi
berkeliling mencari DPL, karena disana sangat ramai, aku agak sedikit
mencari dengan langkah yang agak kebut.
Lalu tak lama
kemudian DPL kecamatan Sungai Para datang dengan kaca mata hitam yang
sering dipakainya saat mengendarai motor kesayangannya. Pak Mizwar
namanya, beliau datang dan memarkirkan motornya tidak jauh dari
lokasi teman-teman kelompokku berkumpul. Langsung aku temui,
“Gimana Har? Bus
kita di sebelah mana?” Pak Mizwar bertanya setelah melepas helm dan
meletakkannya diatas spion kanan motornya.
“Saya baru mulai
nyari pak. Saya juga baru dateng.”
“Tolong, kumpulkan
ketua kelompok yang lain, saya mau menemui Pak Harjo dulu.” sambil
melepas kaca mata hitamnya lalu memasukkannya ke dalam kantong
jaketnya.
“Ya pak saya cari
dulu.”
Aku diminta untuk
menggantikan koordinator kecamatan, Anang, karena ia sedang ada
keperluan dan ia harus pulang kampung ke pulau Jawa. Aku awalnya
hanya ketua kelompok di Desa Asri Braja, sebuah desa di kecamatan
Sungai Para, tempat aku dan rekan-rekanku akan melakukan Kerja Nyata,
sehingga aku merangkap jabatan, aku harus mengkoordinir kelompok yang
lainnya juga. Kecamatan Sungai Para ada 5 kelompok, aku harus mencari
4 orang ketua kelompok diantara ribuan orang yang ada di sekitar
sini. DPL atau Dosen Pembimbing Lapangan kecamatan Sungai Para, Pak
Mizwar tampak sedang melakukan pembicaraan dengan Pak Harjo, anggota
tim pelaksana Kerja Nyata yang bertanggung jawab untuk kabupaten
Timur Pung. Aku pun masih terus mencari ketua kelompok yang lain di
tengah banyaknya murid-murid lainnya.
Aku mengambil HP
dari sakuku kemudian aku menelfon Frista, ketua kelompok desa
Sriwangi,
“Asslmualaikum.
Frista, lagi dimana? Pak Mizwar minta kita kumpul.”
“waalaikumsalam. Aku sama temen-temen lagi di depan warung deket pintu masuk lapangan, temen-temen pada belum sarapan,”
“waalaikumsalam. Aku sama temen-temen lagi di depan warung deket pintu masuk lapangan, temen-temen pada belum sarapan,”
“oke.., aku
kesana.”
sebelum ke lokasi
Frista, aku kembali ke tempat kelompokku berkumpul. Amad sudah datang
dengan membawa tas ransel besar, persis seperti seorang backpacker.
Setelah itu aku langsung meluncur dengan langkah yang agak cepat ke
lokasi yang di tunjukan Frista. Sesampainya disana aku bertemu dengan
Frista yang saat itu sedang berdiskusi ringan dengan beberapa anggota
kelompoknya langsung berjalan menghampiriku yang agak berkeringat,
“Har, Pak Mizwar
dimana?”
“Di deretan bis
Biru pertama deket pintu masuk lapangan, ayo kita langsung kesana.”
Frista berpamitan
dulu dengan anggotanya kemudian ikut bersamaku menemui Pak MIzwar.
Sambil berjalan aku melihat jam yang ada di hanpdone yang sedang
kugenggam di tangan kananku, jam menunjukkan pukul 06.22, lalu aku
menelfon Rezki, koordinator kelompok desa Labuhan Ratu,
“Assalamualaikum.
Rez, lagi dimana?” tanyaku singkat dengan nafas yang agak
terengah-engah.
“Waalaikumsalam.
Lagi sama pak Mizwar”
“Ya udah. Tunggu
disana ya..”
Kami terus melangkah
menuju pak Mizwar. Tak lama dari lokasi Frista dan anggota
kelompoknya ada Asep dan juga rekan-rekan kelompoknya lengkap.
Langsung saja aku dan Frista menghampirinya dan mengajaknya menemui
pak Mizwar.
Akhirnya kami
menemui pak Mizwar,
“Udah kumpul semua
Har?” pak Mizwar bertanya padaku.
“Tinggal Chandra
dari kelompok desa Sumber Marga,”
“Oke. Bus untuk kecamatan Sungai Para belum ada. Jadi kalian coba cek ke bus yang belum ada tulisannya.” sambil menunjuk ke arah bus-bus yang berbaris rapi di dekat kami.
“Oke. Bus untuk kecamatan Sungai Para belum ada. Jadi kalian coba cek ke bus yang belum ada tulisannya.” sambil menunjuk ke arah bus-bus yang berbaris rapi di dekat kami.
“Ya pak” kami
kompak menjawab perintah pak Mizwar kali ini.
Lalu kami langsung
berpencar. Aku mencari Chandra dulu sebelum mencari bus untuk kami.
Aku langsung mencari kontak Chandra di handphoneku,
“Assalamualaikum.
Chan, lagi dimana?”
“Lagi kumpul nih,
di pintu masuk lapangan.”
“Tunggu disana
ya..” aku langsung tutup telphone dan bersegera menuju lokasi
Chandra.
Aku langsung menemui
Chandra dan mengajaknya untuk mencari bus. Langsung kami berpencar
mencari. Aku berjalan agak cepat, aku terlusuri bus demi bus dan aku
belum temukan bus yang bertuliskan kecamatan yang akan kami datangi.
Tampak kelompok lain sudah berkumpul di dekat bus-bus kelompok
mereka, ada yang sedang memasukkan barang-barang dan ada pula yang
sudah duduk tenang di dalam bus. Kemudian saat aku mencari dari awal
barisan bus untuk kabupaten Pung Timur, lalu aku bertemu dengan Asep
dan Rezki,
“Udah ketemu Har?”
Asep bertanya.
“Belum..,”
“Coba hub pak
Harjo aja Har” Rezki menyarankan padaku.
“oke.., aku coba
hubungi dulu. Kamu punya no Hpnya?”
“ada..” Rezki
mengambil handphone dari sakunya.
“berapa nomernya?”
aku menggenggam handphone bersiap untuk mencatat nomor pak Harjo.
“nih dia” lalu
Rezki menyebutkannya dengan lengkap.
“oke.” langsung
saja aku telfon, sambil berjalan bersama Rezki dan Asep mencari Bus.
Setelah menunggu
akhirnya diangkat juga,
“Assalamualaikum.
Pak, saya Hari, mahasiswa Kerja Nyata di kecamatan Sungai Para.”
“Waalaikumsalam.
ya.., ada apa Har?” Pak Harjo menjawabnya singkat.
“kelompok
Kecamatan kami belum dapat bus pak?” ungkapku agak sedikit formal.
“O.., tunggu saja.
Mungkin belum dateng. Semuanya udah dijatah kok.”
“ya pak.
Assalamualaikum.”
“waalaikumsalam.”
Setidaknya sudah ada
kepastian, lalu aku bersama Rezki dan Asep melangkah menuju pak
Mizwar. Pak Mizwar juga sedang mencoba mencari-cari bus untuk kami,
langsung saja kami datangi beliau
“Gimana Har, udah
ketemu?”
“Belum pak. Tadi
saya hubungi pak Harjo, sepertinya bus untuk kecamatan Sungai Para
belum datang. Kita tunggu saja.”
“Oke kita tunggu
saja.”
Tak lama kemudian,
ada tiga bus yang muncul dan mendekati barisan bus-bus untuk
kabupaten Timur Pung. Muncul secercah harapan di hati kami dan
langsung saja pak Mizwar memintaku, Rezki dan Asep untuk mendekati
bus itu dan bertanya ke kernet bus itu. Seperti tentara yang
mendapatkan instruksi dari komandannya, kami langsung berpencar dan
bergegas menuju ketiga bus itu.
Harapan besarku
pupus setelah mendengar jawaban sang kernet. Saat aku bertanya kepada
sang kernet,
“Mas, ini bus buat
kecamatan Sungai Para ya?” tanyaku padanya.
“Rombongan untuk
bus Pung Barat disini bukan?” sang kernet langsung bertanya
kepadaku tanpa menjawab pertanyaanku.
“Bukan Mas, Pung
Barat di sebelah sana.” sambil menunjuk kelompok bus untuk
kabupaten Pung Barat.
“Makasih mas..”
sang kernet langsung meminta sopir bus mengemudikan bus ke arah yang
kutunjukkan.
Aku melangkah
menjauh dari bus itu, tentu saja 2 bus yang lainnya juga bukan untuk
kecamatan kami. Raut wajahku berubah menjadi agak lesu, kemudian saat
itu aku teringat lagi dengan ungkapan dalam sebuah buku yang
kumiliki, sebuah buku yang membahas mengenai optimisme dalam
berusaha, tak pantang menyerah dengan masalah yang dihadapi, dan
keyakinan untuk bisa mengatasi segala masalah yang ada. Langsung saja
aku yakin bisa mengatasi hal ini, aku tidak boleh patah semangat
gara-gara hal ini. Aku melangkah mantap, tak ada keraguan, dan
mengajak Rezki dan Asep ke lokasi teman-teman kami yang lain
berkumpul.
Saat kami sudah
hampir sampai ke lokasi teman-teman Kerja Nyata di kecamatan Sungai
Para, ada dua bus yang belum ada tulisan kecamatan di bagian
depannya. Langsung saja aku bergegas mendekat ke bus dan bertanya ke
kernet bus,
“Mas, ini bus
untuk Sungai Para ya..?” aku berharap sang kernet menjawabnya
seperti yang kuharapkan, namun sang kernet menatapku dan berpaling
kemudian bertanya kepada sopir,
“Kita di bagian
mana bang?”
“Entah.., kita
tadi kan telat.” sang sopir bus sambil melihat-lihat sekeliling.
“Ini bus buat Pung
Timur kan?” aku bertanya kembali,
“Iya, tapi kami ga
tau buat ke kecamatan mana.” sang kernet menjawab sambil membuka
pintu bus.
“Mas.., dua bus
ini untuk kecamatan Sungai Para,” tiba-tiba muncul suara pak Mizwar
yang memberitahukan kalo dua bus ini untuk kecamatan kami.
“Ya pak,” sang
kernet pun turun untuk berbincang-bincang dengan pak Mizwar.
“Har, kamu atur
temen-temen untuk masuk dua bus ini ya!”
“Oke..” langsung
saja aku melangkah memberitahukan ke teman-teman.
Aku datangi
kelompok-kelompok untuk segera masuk ke dalam bus. Mereka langsung
bergerak menuju bus dengan barang bawaan yang cukup banyak. Frista
membuat tulisan kecamatan Sungai Para di sebuah kertas untuk
ditempelkan di depan bus, sebagai tanda bahwa kedua bus itu adalah
bus untuk kecamatan Sungai Para. Lalu mereka mulai memasukkan
barang-barang ke dalam bagasi bus, ternyata bagasi bus tak cukup
menampung banyaknya koper-koper yang kami bawa, teman-teman lalu
memasukkan beberapa barang yang belum masuk ke bagasi ke dalam bus.
Mereka meletakkan barang agak berangtakan, lalu aku masuk ke dalam
bus untuk memeriksa semua anggota kelompok sudah masuk atau belum dan
merapikan koper-koper ke kursi paling belakang bus, karena aku
melihat masih ada beberapa orang yang belum masuk. Kemudian aku juga
melakukan hal yang sama di bus yang kedua. Aku turun dari bus dan
meminta teman-teman yang lainnya yang belum masuk untuk masuk ke
dalam bus.
Ternyata dua bus
yang disediakan tidak mencukupi untuk semua murid yang akan melakukan
Kerja Nyata di kecamatan Sungai Para. Menggunakan dua buah bus
kapasitas 25 penumpang untuk 56 orang murid, sebenarnya jika
barangnya tidak terlalu banyak, 56 orang bisa dipaksakan masuk dan
bisa saling duduk dan berdiri bergantian karena waktu tempuhnya
sekitar dua jam perjalanan. Ternyata masih ada 14 murid yang belum
masuk dan mobil sudah tak mencukupi lagi.
Pukul 7.57, aku
melihat jam di handphone yang sedang kugenggam. Bus-bus sudah mulai
bergerak meninggalkan lapangan dan berangkat ke tujuannya
masing-masing. Akhirnya setelah pak Mizwar, aku, dan kedua sopir bus
berunding, diambil keputusan dua bus ini langsung berangkat saja
karena pak Mizwar yakin akan ada bus sisa atau bus yang penumpangnya
tidak penuh dan kita tidak boleh terlalu lama karena dari pihak
kecamatan sudah siap untuk menyambut. Lalu kedua sopir bergerak
menuju bus dan menghidupkan mesin lalu mulai mengemudikan bus, sang
kernet pun tak mau kalah memberikan komando kepada sopir bus untuk
berbalik arah. Kemudian kedua bus itu berangkat dan masih ada 14
orang termasuk aku yang belum berangkat.
Pak mizwar
mengajakku untuk menemui petugas bagian pembagian bus. Teman-teman
tampak ada yang mulai bosan menunggu sambil membolak-balikan
kopernya, duduk dengan ekspresi yang lesu, duduk sambil
berbincang-bincang, bahkan ada yang masih sempat untuk bercanda.
Belum ada tanda-tanda mereka mulai marah. Aku menemui mereka dulu
lalu mengatakan pada mereka bahwa aku dan pak Mizwar akan menemui
bagian pembagian bus untuk mengusahakan bus, aku juga meminta mereka
untuk sedikit sabar menunggu. Aku dan pak Mizwar lalu mendatangi
petugas pembagian bus, kami melakukan beberapa perbincangan dan
ternyata jumlah bus yang dipesan sudah dibuat pas tidak lebih, sang
petugas pun sempat mengeluhkan tim pelaksana yang ternyata baru
kemarin memberi tahu pihaknya untuk menyiapkan banyak sekali bus,
sang petugas juga kewalahan untuk mencari bus untung saja masih
cukup. Pak Mizwar mengajakku kembali ke tempat teman-teman berkumpul.
Satu demi satu bus
berangkat, kami pun menunggu dan menunggu. Kemudian saat bus yang
paling akhir melintas di depan kami, pak Harjo datang dan
memberitahukan kami untuk bisa naik ke bus ini, walaupun bus ini
untuk kecamatan lain, tapi masih satu jalur, jadi bisa sekalian.
Masih ada beberapa kursi kosong, tapi sepertinya hanya cukup untuk
tujuh orang, akhirnya kami memutuskan enam orang murid perempuan
untuk bisa naik bus, sedangkan yang laki-laki menunggu dulu. Lalu
mereka masuk dengan membawa barang bawaan mereka. Setelah itu
berangkatlah bus, meninggalkan delapan orang lagi.
Aku melihat pak
Harjo sedang menelfon seseorang dengan nada yang sedikit memaksa.
Lalu aku dan pak Mizwar mendatangi beliau, beliau langsung saja
memberitahukan kepada kami kalo dia sudah memesankan mobil untuk
mengantarkan tujuh murid laki-laki ke kecamatan Sungai Para walaupun
mobilnya baru bisa dangan jam 10. Alhamdulillah, aku bisa sedikit
lega. Mendengar kabar itu juga membuat lega teman-teman yang lain.
Akhirnya mereka menunggu sambil bersenda gurau. Pak Mizwar lalu
menepuk pundakku sambil berkata,
“Oke Har, sekarang
kita bisa berangkat.” Pak Mizwar langsung melangkah menuju
motornya.
“ya pak.”
aku berpamitan ke
teman-teman dan minta tolong koperku untuk dibawa mereka. Lalu aku
menuju motorku, aku berangkat menuju kecamatan Sungai Para. Pak
Mizwar langsung tancap gas, aku pun langsung melaju bersama
motorku.
aku dan pak Mizwar
sebenarnya belum pernah ke Sungai Para sebelumnya. Aku hanya pernah
sampai ke kecamatan Datutri, dari Datutri ke Sungai Para masih 30
menit perjalanan lagi. Aku masih ingat jalannya sehingga aku berada
di depan. 09.30, aku melihat jam yang ada di Hpku, baru tiga puluh
menit berlalu sejak aku dan pak Mizwar berangkat. Aku mengetik sms
dengan tangan kiriku sambil terus mengendarai motorku dengan
hati-hati untuk menanyai kabar teman-teman yang belum berangkat. Tak
lama kemudian Hpku berdering dan aku mendapatkan kabar bahwa mereka
masih belum berangkat. Ya sudahlah gumamku dalam hati, toh juga tadi
pak Harjo bilang jam 10 baru mobilnya datang.
Tak lama kemudian,
Hpku berdering. Aku mendapatkan sms yang isinya kabar teman-teman
yang sudah berangkat, mereka naik mobil travel kapasitas 12 orang
penumpang. Alhamdulillah mereka bisa berangkat, menggunakan mobil
travel tentu nyaman dan tidak berdesak-desakan, apalagi cuma 7
orang+koper. Perjalananku masih panjang, masih satu jam lagi untuk
sampai ke tujuan. Setidaknya aku sudah tidak perlu menghawatirkan
mereka lagi.
Perjalanan terasa
lama sekali, mungkin karena menuju tempat yang belum pernah ku
datangi. Jalan terasa sangat panjang. Pemandangan di kiri dan kanan
jalan walaupun tidak begitu asing, karena di provinsi ini suasananya
tak berbeda jauh antara satu tempat dengan tempat lainnya, membuatku
belajar bahwa di provinsi tempat ku tinggal saja banyak sekali tempat
yang belum pernah kujelajahi. Perjalanan untuk ke kabupaten yang
belum pernah ku datangi saja sudah terasa lama, apalagi tempat-tempat
yang ada di Indonesia. Aku menyadari betapa kecilnya aku ini dan
ketidaktahuanku mengenai sekeliling. Tempat yang berbeda, dengan
suasana yang berbeda, masyarakat yang berbeda, kebiasaan yang
berbeda. Aku harus siap dan harus bisa bersosialisasi dengan
masyarakat yang ada di tempatku berada nantinya.
Pengalaman yang luar
biasa bagiku. Baru pemberangkatan saja sudah ada beberapa masalah
yang harus di selesaikan. Baru hari pertama, perjuangan kami masih
sangat panjang. Untuk mendapatkan hasil yang besar, tentu perlu usaha
yang besar. Aku yakin bahwa dibalik kesulitan yang ada akan ada
kemudahan nantinya. Aku tidak boleh berputus asa dan tetap optimis.
Aku jadi ingat kata-kata pak Harjo saat memberikan pembekalan kepada
kami. Beliau mengatakan agar kami bersungguh-sungguh dalam melakukan
kerja nyata ini. Bersungguh-sungguh adalah kunci sukses kehidupan
beliau yang memulai perjuangan hidupnya saat harus merantau kuliah
dan saat awal-awal kuliah beliau bercerita bahwa beliau dulu kuliah
sambil berjualan molen. Beliau tidak merasa malu dan beliau
bersungguh-sungguh dalam kuliah dan juga berjualan molen, hingga
beliau lulus dan sekarang beliau menjadi dosen di Universitas
tempatnya kuliah. Itu semua berkat usaha beliau yang sungguh-sungguh.
Lalu dari kerjauhan
aku melihat 2 bus yang mengantarkan rombongan ke Sungai Para, mereka
sudah sampai gumamku dalam hati. Berarti perjalananku juga sebentar
lagi akan sampai ke lokasi. Kami terus melaju. Kemudian aku melihat
sekolah yang menunjukkan bahwa kami sudah sampai di Sungai Para. Aku
mengingat kembali lokasi kecamatan yang pernah dijelaskan Dwi, teman
satu kelasku yang juga ke Sungai para hanya saja beda kelompok
denganku. Aku ingat lokasi kantor kecamatan di sekitar pasar Sungai
Para.
Tampak dari kejauhan
ada komplek ruko-ruko, tidak jauh dari situ ada pasar dan aku melihat
papan nama walaupun samar-samar, karena mataku yang minus dan
silindris melihat tulisan papan nama SMPN 1 Sungai Para. Aku langsung
memberi tanda ke pak Mizwar untuk belok kiri dengan lampu sen motorku
untuk belok di persimpangan di depan. Aku mengamati suasana di tempat
ini tidaklah berbeda jauh dengan tempat tinggal orang tuaku. Motorku
kulajukan dengan perlahan, lalu terlihat suatu tempat yang cukup
ramai, aku juga melihat beberapa orang menggunakan seragam biru dari
Universitas tempatku menuntut ilmu. Alhamdulillah sampai juga, aku
menuju lokasi parkir di dekat kecamatan. Aku mulai melemaskan
otot-ototku yang agak kaku sebelum menemui teman-teman yang lainnya.
Pak Mizwar memarkirkan motornya di sebelah motorku lalu mengajak
untuk masuk ke kantor kecamatan untuk menemui sekretaris kecamatan
atau lebih sering disebut sekcam Sungai Para pak Tijo, S.Ag. Aku
memilih untuk meregangkan otot-otoku dulu, lalu pak Mizwar masuk ke
kantor kecamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas Comment nya